MAKASSAR - Menyadari pentingnya dan sifat lintas sektoral dari pengembangan ekosistem EV regional, diperlukan dukungan dan komitmen dari ASEAN.
Kamis kemarin, 11 Mei 2023, Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik Regional diumumkan untuk mencetuskan visi bersama di antara para pemimpin ASEAN dan menunjukkan komitmen terhadap pengembangan EV yang berkelanjutan dan efisien di kawasan ini.
Deklarasi tersebut akan memberikan panduan kepada para Pemimpin ASEAN untuk membangun kerja sama dan kolaborasi yang komprehensif di antara negara-negara anggota ASEAN dan mitra eksternal dalam mengembangkan ekosistem EV regional yang aman, efisien, dan berkelanjutan.
Persatuan Insinyur Indonesia (PII), adalah organisasi profesi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2019. Pada tahun ini (2023).
PII juga sebagai Chairman ASEAN Federation of Engineering Organizations (AFEO) tahun 2023 sekaligus sebagai tuan rumah untuk Konferensi Federasi Organisasi Insinyur ASEAN (CAFEO) ke-41 tahun 2023.
Dalam kapasitas ini dan berdasarkan dorongan dan tujuan ASEAN yang terkandung dalam Deklarasi Pemimpin ASEAN, PII dengan penuh semangat mengusulkan platform implementasi yang disebut ASEAN Integrated and Highly Efficient Manufacturing dan Life Cycle Platform (“AFEO EV Platform”) yang menggambarkan program kolaboratif jaringan tinggi oleh semua anggota AFEO.
Baca juga:
Akses Jalan Relokasi Sumber Mujur Diperlebar
|
Tujuannya adalah mengembangkan ASEAN sebagai pusat regional untuk kendaraan listrik dengan menggunakan AFEO EV Platform guna merespon deklarasi dari para Pemimpin ASEAN.
Sebagai bagian dari Agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025, Rencana Aksi ASEAN untuk Kerja Sama Energi (APAEC) saat ini menyajikan strategi utama yang disepakati dari 7 (tujuh) Area Program untuk 2021-2025 untuk mencapai pengurangan intensitas energi sebesar 32% termasuk energi terbarukan, kebijakan, dan perencanaan energi regional, efisiensi dan konservasi energi.
Transportasi telah diakui oleh para Pemimpin ASEAN sebagai dasar pembangunan dan integrasi ekonomi ASEAN karena memainkan peran penting dalam pergerakan barang, jasa, modal, dan manusia. Rencana Strategis Transportasi Kuala Lumpur ditetapkan untuk mendukung realisasi MEA pada tahun 2025 yang menyerukan kawasan yang sangat terintegrasi yang merupakan Ekonomi ASEAN yang sangat kohesif.
Sektor transportasi diproyeksikan menyumbang sekitar 25?ri total emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2025. Sektor ini memiliki ketergantungan lebih dari 90% terhadap bahan bakar minyak bumi. Ini bertanggung jawab atas 29?ri total konsumsi energi di kawasan ini pada tahun 2015 dan jumlahnya diperkirakan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan kawasan yang pesat seiring dengan meningkatnya permintaan akan kebutuhan transportasi.
Kebutuhan energi yang besar ini mempengaruhi ketahanan energi dan neraca pembayaran dengan tagihan impor tahunan ditetapkan mencapai USD 280 miliar pada tahun 2040.
Total emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor transportasi pada tahun 2015 mencapai sekitar 342 juta ton setara CO2 (MtoCO2e ), yaitu sekitar seperempat dari total emisi CO2 terkait energi. Dalam skenario Business-As-Usual (BAU), jumlah ini dapat meningkat 3, 3% per tahun menjadi 870 juta ton pada tahun 2050.
Komitmen terbaru dari para Pemimpin ASEAN tentang pendekatan jaringan terpadu ini disambut baik. Namun, pelaksanaan usaha besar tersebut memerlukan pemahaman dan program dalam ekonomi manufaktur yang paling dasar yaitu kurva biaya, lebih khusus lagi, kurva biaya marjinal yang mencerminkan kemampuan produksi komparatif di pasar terbuka dan bebas dan persaingan yang disajikan oleh produsen efisien seperti Cina, AS dan Eropa. Oleh karena itu, ada kebutuhan nyata yang wajib dan mendasar untuk mengembangkan dan memelihara kemampuan teknologi komparatif.
Menyadari bahwa E20 (Engineering 20) diinisiasi dan diperkenalkan oleh PII untuk menjadi Engagement Group G20 2022 di mana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah, prinsip dasar E20 dapat diterapkan dalam proposal saat ini, yaitu:
- PII Indonesia adalah “penggagas” AFEO EV Ecosystem Platform untuk menjawab panggilan (merespon deklarasi) para Pemimpin ASEAN.
- Inisiatif aktif PII adalah kontribusinya terhadap tantangan dan resolusi dunia saat ini dalam menghadapi perubahan Iklim, transformasi digital, dan perawatan kesehatan.
- Pada dekade terakhir ini demikian banyak pendapat atau pandangan (opini) ataupun saran-saran yang dilontarkan oleh berbagai pembicara internasional, namun tidak banyak tindakan nyata atau implementasi yang dilakukan. Cara ini perlu diperbaiki dengan memberikan tindakan nyata dan implementasi yang dipimpin oleh apa yang disebut Leader Engineer (“LE”)—sebuah sebutan yang diberikan kepada individu tertentu yang memiliki sifat, kapasitas, kualifikasi, mental, dan rekam jejak kepemimpinan tertentu.
- Fundamental ekonomi mikro produksi EV dan ekosistem bergantung pada kemampuan teknis yang direpresentasikan dalam biaya marjinal dan karakteristik kurva penawaran. Dengan demikian, peran para insinyur sangat penting untuk menentukan apakah sebuah perusahaan manufaktur kompetitif dan layak.
- AFEO EV Ecosystem Platform, selain dari retorika dan pembangunan citra, akan berfungsi sebagai platform kolaborasi untuk menghasilkan hasil yang nyata dan nyata.
Oleh karena itu, merupakan kehormatan dan kebanggaan bagi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dan semua Institusi Insinyur ASEAN untuk memprakarsai platform kerja yang progresif ini dan program-program berorientasi aksi untuk mewujudkan Deklarasi Pemimpin ASEAN.
Semua insinyur ASEAN kini telah bersatu sebagai satu platform untuk menanggapi panggilan tugas bersama yang tinggi untuk mewujudkan impian ASEAN: ASEAN Sebagai Pusat Kendaraan Listrik.